Laman

Sabtu, 18 Juli 2009

Hibur (06)

Ku coba mengisi kesedihanmu dengan lembaran asaku untuk mengembalikan keceriaan dan gairah hidupmu. " Hidup hanya sekali, janganlah kau isi dengan penyesalan dan kedihan, karena hanya akan menjadikan penyesalan baru di masa yang akan datang " ucapku lirih mencoba menggelitik sisa asa yang kau punya agar segera bangkit dan tegak menatap masa depan. Tiada guna meratapi bunga anggrekmu yang telah layu. Siramilah, niscaya akan kau dapati tunas-tunas baru yang bersemi kembali.
Kesedihan hanya akan membawamu berenang dalam lautan penyesalan, tiada tepian kau dapati, hanya letih lelah yang kau rasa. Bangkitlah!

Abdi (05)

Sebagai pengabdi dan pemujamu, aku harus tau semua tentangmu. Lalu ku telusuri seluk-beluk kehidupanmu, ada rindu, dendam dan noda yang terbungkus dalam masa lalu kelam telah merenggut lembar-lembar keceriaanmu. Obsesi, ambisi terbangun rapi dalam benakmu, demi pembalasan, jati diri dan pembebasan keceriaan yang telah lama terbelenggu. Malam kau jadikan persekutuan abadi, denganya engkau berbagi untuk melepaskan beban hidupmu. Sering kau mengadu padanya tentang kepedihan dan kesedihan yang kau rasakan. Kau setarakan wujud malam dengan kelamnya hidupmu. Malam kau jadikan idola yang selalu kau puja di sepanjang kehadirannya.

Beku (04)

Kini otak kananku telah beku, kuku di jari kelingkingmu ternyata mengandung virus yang mampu melumpuhkan semua syaraf di otak kananku. Sudah tak ada lagi penyeimbang, semua jadi berjalan cenderung ke kiri.
Sementara itu semua syaraf di otak kiriku mengadakan rapat, lalu sepakat memilihmu sebagai ratuku menggantikan otak kananku. Kaulah penyelamat, pencipta bahagia dan cahaya hidupku, sebuah kenyataan pengakuan dari imajinasi yang telah kalah, tak berdaya melawan kehendak otak pusat yang telah terinfeksi virus rindu dendam darimu.

Sadar (03)

Ketika aku sadar, ingatanku telah hancur berserakan memenuhi ruang kamarku. Lalu ku coba mengumpulkan satu demi satu dan meletakan di atas ranjang, untuk mencari mana yang awal dan mana yang akhir. Ada satu yang tersisa di langit-langit kamarku, sebuah ingatan tentangmu saat berbisik "aku telah datang sayang". Aku tak dapat menggapainya meski telah meloncat-loncat, aneh memang kalau menurut perhitungan tinggi badan dan loncatanku sudah lebih dari cukup untuk menggapenya. Namun setiap tanganku hendak menyentuhnya, ia akan menjauh dan ketika aku turun, ia akan mendekat sesuai jarak aslinya sehingga membuatku lelah menyerah

Mendung (02)

Namun tiba-tiba mendung durjana datang bersama angin yang berhembus kencang. Bulan imajinasiku tenggelam dalam lautan mendung dan menyatu dalam gelap malam. Hitam pekat mencekam, mengiris nurani menjadi serpihan-serpihan kenyataan pahit, sakit.
Kamu datang menghampiri dengan sebotol wisky yang tinggal setengah, lalu kau berbisik "aku telah datang sayang", samar di telinga namun terus bergema dalam ruang otakku. Sebuah ironi skeptis kau tawarkan. Otakku berontak dan berguman lirih "ini bukan kamu, bukan wujudmu", walau bentukan tubuhmu terpampang jelas di depanku. Ku coba membangun imajinasi baru tentangmu sehingga terjadilah pertempuran hebat antara "nyatamu" yang tak terima ku katakan "tak nyata" dan "tak nyata" yang terwakili otak-otakku yang terus berusaha membangun imajinasi kenyataan tentangmu.
Kau mengamuk dengan mata terpejam, mencakar kesana kemari, tak peduli apa dan siapa semua kau babat habis. Aku jatuh tersungkur setengah bersujud di depanmu, otak kananku tertusuk jari kelingkingmu. Lalu sunyi hening berhembus meredam segala emosi.

Malam (01)

Kalau malam begini sering ku imajinasikan kamu sebagai bulan. Indah terang menawan, menutup gelap menebar riang. Seisi alam terdiam sejenak untuk memberikan penghormatan saat gumpalan-gumpalan cahayanya mencapai bentuk sempurna. Bulan purnama, itu nama yang ku berikan untuknya. Cahaya kedamaian yang terpancar, mampu membius semua mahluk sehingga puja-puja bergema menyambut, mengharap kehadiranya. Takjub ku terpana, ku paksa mata tak berkedip menatapnya. Untaian-untaian rindu yang tersimpan di kalbu, menghambur haru memuja-muja, lalu tenggelam dalam euforia imajinasi yang mendekati batas sempurna. Lupa akan semua beban nostalgia-nostalgia dalam bejana duka.

Damai

Coba kita ungkap kedamaian yang pernah ada
Pernahkah kita coba meraihnya?
Ataukah hanya rentetan waktu yang menuntun kita ke sana,
Hanya sekedar itukah?
Lalu sadarkah kita akan keberadaanya?
Kita tak pernah tau

Coba kita telusuri kedamaian yang hilang
Adakah di ujung jalan yang telah kita tempuh
Di mana keterikatan rasa memacu kita untuk menikmati
Ataukah di seberang jalan sana
Tempat bersandarnya pelangi?
Kita tak pernah tau

Ketika "mengapa" datang
Haruskah kita diam di antara seribu tanya tentang damai itu

Duka Anggrek Bulan

Setangkai anggrek bulan berantih patah
Bersanding malam terhempas pasrah
Kuncup-kuncup yang baru rekah
Tergolek layu dimangsa kumbang serakah
Dan pesomu kau kubur musnah

Anggrek, dulu riang dalam gemilang
Kini muram memuja malam
Kuncup-kuncup tempatmu berbangga ria
Kini kau anggap siksa bagai neraka
Luka-luka kau puja
Dalam malam nestapa tiada tara

Duhai anggrek bulan
Tiadakah kau mengerti tunas-tunasmu di ranting kiri
Akan berseri di musim semi
Malam kan berganti pagi
Titik-titik embun penyejuk diri
Mengupas duka mengundang ceria
Harimu milikmu
Di balik tunasmu adalah banggamu

Jumat, 17 Juli 2009

Fatamorgana

Mencari surga di tepian neraka
Terhempas terguling
Namun tak mau untuk berpaling
Terkekang terbuang
Namun tetap tegak menantang

Mencari surga di tepian neraka
Berharap meratap
Berjanji memuji
Bercela menghina
Dan bersua memuja hina

Mencari surga di tepian neraka
Bagai oase dalam fatamorgana

Selalu

Selalu...
Hanya cabang-cabang membentang pilihan
Namun aku masih terpaku dalam ragu
Hanya riak ombak yang mengalun manja
Mengodaku bermain dalam maya

Selalu
Ada yang datang dan kembali
Ada yang mencoba telanjangi hati
Namun ini waktu telah terhenti
Hanya gelombang pasang yang datang kemudian
Membawa buih-buih rindu yang terbelenggu

Jumat, 10 Juli 2009

Berlari

Aku berlari namun tanah-tanah retak
Kakiku tertancap terasa berat
Sementara langit mendung dan gerimispun turun
Sejenak ku rasakan sejuk, dahaga terhapus
Namun tubuhku menggigil, petir menyambar-nyambar ku merinding

Aku berlari menuju sebuah gubuk
Ah, aman pikirku hilang rasa takut
Angin menerjang, hujan lebat bukan kepalang
Atap terbang, ku merinding
Aku berlari menuju sunyi
Hati terisis mimpi berbaris-baris

Aku berlari
Terus berlari
Adakah perlindungan-MU
Tuhan

Rabu, 08 Juli 2009

Setitik Debu

Aku hanya setitik debu
Yang hinggap di lembut wajahmu
Kau basuh aku dengan wangi tisumu

Aku hanya setitik debu
Yang ada di wangi tisumu
Angin lalu bawa aku ke jendela kamarmu
Kau campakan aku dalam kotak sampahmu

Aku hanya setitik debu
Namun hasrat inginku lebih luas dari alam ni
Ingin ku telusuri rekah bibir sinismu
Yang menyapaku lalu menghilang
Ingin ku nikmati indah pijakan kakimu
Yang medindih dan memaksaku tersenyum dalam banggamu

Aku hanya setitik debu
Yang rapuh dalam kotak sampahmu

Senin, 06 Juli 2009

Kabut

Kabut pagi hari ini
Membawa alam dalam kesejukan
Dan semilir angin
Menambah pesona hikayat jiwa

Namun...
Ketika hari mulai branjak siang
Mengapa kabut ini semakin tebal
Aku dalam kebimbangan
Untuk melangkah apalagi berjalan
Makin dingin dingin dan dingin
Alam ini berontak untuk nikmat sesaat
Yang telah tertoreh dan ku jalani

Kabut ini menusuk-nusuk
Dalam tulang yang hampir remuk
Adakah surya di sana?
Menghantarkanku ke nirwana?

Kabut, kau memang ada dan harus ada
Atas rotasi dan tradisi
Dalam diri yang berduri

Wahai malam

Wahai malam...
Sambutlah aku dengan mesramu
Letihnya raga menahan lara
Menggoda sukma untuk menyuntingmu
Agar hilang segala duka

Wahai bumi perajut mimpi
Tegakan pijakku di atas tubuhmu
Lepaskan dari belenggu hati

Wahai mimpi penghuni sunyi
Bolehkah aku meminangmu
Untuk mengisi sore hariku
Agar tersenyum meski berduri

Wahai surya penguasa cahya
Sinarilah relung-relung jiwa
Pesonamu redakan luka

Lelah

Jika hidupmu hanya untuk mencari salahku
Maka tidak akan habis salahku kau temukan

Jika hidupmu untuk mencari kebenaranku
Maka tidak akan tidak kau temukan kebenaranku

Jika hidup hanya untuk memperebutkan kebenaran
Maka tidak akan ditemukan satu kedamaian dalam kebersamaan

Minggu, 05 Juli 2009

Bintangku

Jika putih lambangkan kesucian dan keceriaan
Mengapa kau pilih hitam untuk warnai dinding kamarmu
Jika terang yang kau idamkan
Mengapa masih diam dalam bimbang

Cobalah keluar sejenak, lihatlah...
Berjuta bintang di langit bersinar begitu indah
Petiklah satu diantaranya, jadikan pelita hatimu
Niscaya akan kau dapatkan kedamaian yang kau bangga

Malam

Malam
Salahkah aku menyapamu
Memohon setitik hening
Untuk redakan kegelisahan jiwa
Letihnya raga menahan lara
Menggoda sukma untuk merengkuhmu

Malam
Ketika pesonamu
merasuk di kalbu
Akankah kau branjak pergi menemui pagi

Masa Lalu

Andai waktu dapat ku gulung kembali
Andaikan aku tidak pernah mengenalmu
Andaikan aku tidak pernah mencintamu
Andaikan engkau tak membukan pintu hatimu untuku
Tak akan ada kenangan ni
Pahit
Sakit
Terus membayangi dan menggeroti ketenanganku menikmati hiduku kini
Aku lelah
Aku hanya ingin hidupku kini
Tuhan... Tolonglah aku